Obrolan di tongkrongan memang sering tak terduga. Mungkin karena di situ tidak ada pembawa acara atau MC yang mengatur percakapan. Jadi setiap orang boleh melempar tema obrolan sekehendak hati mereka. Saat ngobrol pun, tidak ada yang marah lantaran beda pendapat. Yang ada hanya gerutu kecil dan ledekan yang justru bikin suasana tambah gerrr dan gayeng.  

Di dekat rumah saya juga ada tongkrongan. Isinya bapak-bapak dan anak muda komplek. Di tongkrongan itu, tadi malam, nyaris semua orang ikut berkomentar tentang Ganjar Pranowo. Maklum saja, Ganjar baru saja betpidato di acara Mata Najwa yang disiarkan di Youtube. Mereka menontonnya di rumah masing-masing, dan setelahnya menumpahkan kesan dan uneg-uneg mereka di tongkrongan.

Memang bukan tanpa alasan jika Ganjar banyak dibicarakan di kampung kami. Ganjar sendiri punya tempat khusus di hati para warga kampung. Itu karena beberapa bulan silam Ganjar pernah bertandang ke salah satu kerabatnya, yang kebetulan tinggal di kampung kami. 

Sontak ramailah desa kami kala itu. Mobil yang ditumpangi Ganjar pun dikerubungi warga. Ada yang sekadar teriak-teriak memanggil, ada yang ngotot minta foto. Semua dituruti satu per satu. Beberapa orang bahkan mengenang peristiwa itu sebagai suatu kebanggaan. 

Ganjar tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga lewat program yang memberikan manfaat kepada masyarakat. “Terutama masalah kesehatan,” kata tetangga saya yang pertama. Saat istri tetangga saya itu melahirkan dua tahun lalu, program 5NG yang dicanangkan Ganjar sewaktu jadi gubernur dulu sangat membantunya. 

“Oh, itu program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng,” saya menimpali. Artinya kurang lebih, memantau ibu hamil, yaitu memantau kebutuhan dan kesehatannya. Secara khusus, program itu memberi perhatian kepada para ibu hamil agar seluruh keperluan kesehatannya terpenuhi. Termasuk dengan kesehatan bayi. Program itu pun terbukti mengurangi angka stunting dan kematian bayi. 

Dinas Kesehatan Jateng merilis data yang menyebutkan, dari tahun 2018 hingga 2022, angka kematian bayi menurun cukup signifikan. Terjadi 9,48 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada 2018, dan kemudian angka tersebut turun menjadi 8,2 kasus pada 2022. Selain itu, program ini juga memastikan agar angka stunting bisa ditekan. Tetangga saya itu senang sekali istrinya melahirkan dengan normal dan kini pun bayinya tumbuh sehat.

“Wah, Pak Ganjar emang sat set, ya,” kata tetangga kedua saya ikut menimpali. Dia pemuda tanggung yang kini tengah berkuliah di jurusan Bisnis Digital di kota tetangga. Pemuda itu memantau setiap pertanyaan yang teralamatkan kepada Ganjar, dan berharap semua pertanyaan itu dibuat berdasarkan data dan fakta yang akurat. 

“Pertanyaan dari Mbak Najwa emang kadang begitu tajam dan seringkali menjebak, tapi bisa-bisanya Pak Ganjar menjawab dengan cepat dan mantap,” ungkap pemuda itu sambil geleng-geleng. Bagi pemuda semacam dia yang sehari-hari berurusan dengan dunia presentasi di ruang kuliah, penampilan Pak Ganjar sungguh paripurna. Intonasi jelas, materi tuntas tersampaikan, dan satu yang lebih mengangumkan, semua pertanyaan terjawab dengan tepat. “Suatu saat saya pengin seperti beliau,” ucapnya bersemangat. 

Mendengar perkataan itu saya ikut tersenyum. Bagaimanapun, Ganjar adalah sosok yang teruji sebagai pemimpin. Sejak jadi aktivis mahasiswa, lalu anggota legislatif, hingga dua periode gubernur Jateng, semua tahap itu menempa Ganjar sebagai pemimpin di jalur politik yang bersih dan lurus. Ia terbiasa di lapangan, melihat persoalan rakyat dari dekat, sehingga setiap persoalan yang dihadapinya selalu melatihnya sat set, cepat tanggap.

Saya agak tercengang ketika tetangga ketiga yang belum lama ikut nimbrung di tongkrongan, dengan suara yang tenang dan pelan, turut berkomentar. Ia memilih menyoroti pilihan kata yang diucapkan Ganjar. “Pilihan katanya tepat. Menggambarkan semua yang dipikirkan beliau selama jadi pemimpin,” ucapnya. Tetangga saya yang satu ini seorang guru IPS di sebuah madrasah tsanawiyah. Komentarnya menunjukkan dia orang yang terbiasa kritis dalam menilai sesuatu.

Saya yang dari tadi lebih banyak menyimak dibanding bercerita, mencoba bereaksi sewajarnya. “Maksud sampean bagaimana, saya kurang paham,” saya menimpali. “Mbok yang jelas, Pak. To the point saja,” sela tetangga saya yang pertama, terkesan tak sabar minta dijelaskan. Sementara itu tetangga saya yang mahasiswa hanya diam menyimak. Agaknya pernyataan pak guru itu membuat kami bertiga penasaran. 

“Begini. Sejak awal Ganjar berpidato, ia seringkali menggunakan kata “meraih”, “optimis”, “kepedulian”, “inovasi”, “terpercaya”, juga “akuntabel”,” ucapnya memulai penjelasan. “Nah, kata-kata itu sebenarnya mewakili apa yang ada di pikiran Ganjar.” Jujur saja, saya belum bisa menyerap sepenuhnya. Melihat raut wajah saya yang menyiratkan rasa kurang puas, ia pun menambahi.

“Jadi, kalau sampean-sampean itu sering membentak, itu artinya emosi kalian labil. Kalau sampean sering menyampaikan keluhan, artinya hati sampean lemah. Nah, kalau sampean sering bicara dengan kata-kata berkonotasi baik dan menyiratkan semangat, itu artinya dalam jiwa sampean juga sama. Penuh optimis dan semangat.”

Oalah, bisa-bisanya pak guru itu mengambil kesimpulan yang sedemikian kreatif. Saya yang nonton acara itu sejak awal hingga akhir malah hanya bisa kagum dengan cara Ganjar bicara. Tegas, lugas, tapi tak sampai menggebu-gebu apalagi terbawa emosi. “Nah, dipadukan dengan gaya berbicaranya yang tegas dan lugas itulah karakter Ganjar terpancar sempurna tadi malam,” tukasnya.

Saya semakin kagum dengan komentar tetangga saya itu. Obrolan terus menjalar, merambat ke topik-topik di seputar sepak terjang Ganjar selama ini. Malam bertambah malam, udara dingin tak mempan mengusik obrolan kami. Masing-masing dari kami masih ingin bercerita tentang Ganjar. Di tongkrongan tidak ada kebohongan. Semua orang bercerita jujur, tanpa pamrih, apa adanya, dan yang pasti, tanpa amarah.